21 April
Sejenak merenung arti sebuah perjuangan. Tepat 21 April, rasanya tidaklah salah mengangkat kembali tulisan ini......dari seorang sahabat, yang coba menangkap sisi lain pergulatan batin Kartini membela kaumnya...... Tadinya, tulisan ini akan jadi penutup dari beberapa tulisan mengenai sisi kehidupan wanita, kemarin dan hari ini......esp. di Korea, tapi karena sesuatu hal tulisan-tulisan tersebut belum selesai diedit atau ditulis ulang......
Selamat Hari Kartini......
-----------------------------------------------------------------
Tak Semua Paham Cita-cita Kartini
Kartini. Zaman memang masih setia mengenangnya dan seharusnya memang seperti itu. Banyak orang mengingatinya dengan simbol sanggul dan kebaya di setiap 21 April. Cita-cita kebebasan, kemerdekaan, kemandirian dan kesamaan yang menjadi gejolak batinnya tidak dipahami dengan baik. Orang-orang menafsirkan cita-citanya dengan kebebasan mutlak seorang perempuan. Apalagi jika mereka bergerak dengan ambisi untuk menjatuhkan laki-laki atau sekedar menunjukkan "Saya Bisa". Sayang sekali.
Kartini berjuang bukan untuk mendapatkan semua itu. Kartini ingin berbagi tugas dengan laki-laki, yang berarti Kartini ingin menjadi sahabat bagi kaum laki-laki dalam membenahi hidup. Sebagaimana beliau menulis dalam salah satu suratnya......
"Dan apabila pejuangan orang laki-laki itu sudah sengit, maka akan bangkitlah kaum wanita. Kasihan kaum laki-laki, alangkah banyaknya pekerjaan yang akan kamu lakukan"
(Surat kepada Stella, 12 Januari 1900)
Hakikat perjuangannya pun diselewengkan dengan mengatasnamakan kesetaraan atau emansipasi dengan dalih membentuk peradaban modern yang diambil dari Peradaban Barat. Kartini menolak itu semua. Ia tidak pernah menganggap peradaban Eropa sebagai simbol kemajuan dan kebaikan......
"Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah Ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna. Dapatkah Ibu menyangkal bahwa di balik hal yang baik dan indah dalam masyarakat itu terdapat banyak hal yang sama sekali tidk patut disebut sebagai peradaban"
(Surat kepada Nyonya Abendanon, 27 Oktober 1902).
Kartini. Dengan usahanya jualah perempuan Indonesia bisa menemukan jati dirinya. Bahwa perempuan juga mempunyai tugas, peranan kewajiban yang tak kalah penting dari laki-laki, bahkan keduanya memiliki potensi yang sama besar. Keduanya juga memiliki peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam aktivitas.
Apa sih yang bisa ditafsirkan dari cita-cita Kartini yang sangat mulia itu? Saya kira tepuk tangan karena kecantikan dan keluwesan tak cukup berarti untuk mewujudkan cita-citanya. Kenapa saat ini kita tidak berpikir bagaimana mencetak kebaikan dan kemajuan yang terbingkai dengan baik, yang kemanfaatannya terasa dalam kehidupan manusia. Bukankah ini menjadi kewajiban seorang manusia hamba Allah?
Sayang...tak semuanya paham dengan cita-cita itu......
(Ratna Isnaini; Source: "Tuhan, Agama dan Pergulatan Batin Kartini", Pustaka Utama Grafiti, 1993)