Have an account?

Tuesday, June 01, 2004

Making a Cinderella in 100 Days

Making a Cinderella in 100 Days

Judul yang atraktif dan membuat penasaran bukan? Ini adalah judul artikel yang muncul saat saya menggunakan mesin pencari di sebuah situs berita terkenal di Korea. Sebuah ulasan mengenai program berseri yang ditayangkan sebuah stasiun televisi Korea, Dongah TV, yang khusus menayangkan program fashion dan kecantikan.

Making a Cinderella in 100 Days merupakan adaptasi dari sebuah program yang sama di sebuah satu televisi di Amerika, ABC's Extreme Makeover. Program ini telah memasuki musim penayangan yang ketiga sejak diluncurkan akhir tahun lalu. Sebenarnya program ini tidak akan istimewa jika saja pihak penyelenggara tidak memberikan jaminan 100 hari. Bayangkan, hanya dalam 100 hari peserta yang terpilih akan mengalami transformasi dari, maaf, jelek menjadi cantik. Dan semuanya gratis karena semua biaya perawatan yang mencapai 50 juta won atau sekitar 42.000 dolar per orang dibebankan pada pihak sponsor (rumah sakit dan klinik kecantikan).

Jika kita melihat ke belakang, sebenarnya operasi plastik sudah tidak aneh lagi. Ambillah contoh para selebritis dunia atau peserta Miss Tiffany di Thailand. Atau mungkin contoh yang menarik di Korea adalah Harisu, salah seorang selebritis Korea saat ini. Coba anda lihat foto di samping, mungkin pendapat anda sama dengan saya ketika pertama kali melihat gambar tersebut, Wow, she's pretty. Anda tidak akan mengira bahwa dia adalah transgender terkenal Korea. Bukan masalah transgendernya tapi lihatlah betapa operasi plastik benar-benar dapat mengubah penampilan luar seseorang dan menciptakan, kalau boleh meminjam istilah program TV tersebut, seorang "Cinderella".

Barapa banyak peminat operasi plastik di Korea Selatan? Dua buah survey terpisah yang dilakukan terhadap dua kelompok sosial yang berbeda menunjukkan operasi plastik telah mempengaruhi opini masyarakat Korea saat ini. Sebuah penelitian mahasiswa pasca sarjana yang dilakukan setahun yang lalu dengan mensurvey 680 siswa (293 laki-laki dan 387 perempuan) dari enam sekolah lanjutan di Seoul memberikan hasil yang cukup mengejutkan. Sekitar empat orang dari sepuluh responden (40 %) menginginkan operasi plastik, dan satu diantara sepuluh responden (8 %) mengatakan telah melakukan operasi plastik. "Fenomena tersebut menunjukkan norma sosial yang kurang sehat seperti materialisme telah banyak mempengaruhi persepsi masyarakat, orang tua dan lingkungannya bukannya meningkatkan kemampuan si anak tapi justru mendorong untuk melakukan operasi plastik", ungkap peneliti tersebut prihatin (The Korea Times, August 26, 2003).

Lebih lanjut, survey yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Seoul National University terhadap 1.500 mahasiswi dari seluruh Korea menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden (60 %) telah menjalani operasi plastik. Dari mereka yang pernah melakukan bedah plastik, lebih dari 95 persen masih berkeinginan untuk memperbaiki bagian lain dari tubuhnya. Bagaimana dengan mereka yang belum? Sekitar 82 persen menyatakan keinginannya untuk menjalani operasi plastik kelak (The Korean Herald, May 10, 2004).

Kembali ke program televisi tadi, tahukah berapa orang pelamar yang berminat untuk mengikuti program tersebut? Di awal peluncuran program ini, tidak kurang dari 1.240 pelamar, yang kemudian meningkat menjadi 4000 pelamar di musim penayangan yang kedua, dan sekitar 2.500 pelamar telah mendaftarkan diri tiga pekan sebelum musim penayangan ketiga yang dimulai tanggal 26 Mei kemarin. Tampaknya minat untuk mengikuti program ini terus meningkat meski hanya 3 atau 4 orang saja yang terpilih dari ribuan pelamar. Siapa yang tidak tergiur untuk cantik atau tampan, tanpa harus membayar satu sen pun?

Banyak yang menginginkan program ini dihentikan dengan anggapan bahwa program ini mencoba mengubah persepsi masyarakat untuk menilai seseorang dari luarnya saja dan media tidak selayaknya menunjukkan standar baku dari sebuah kecantikan. Meski demikian, masih ada yang mencoba untuk bersikap realistis dengan tidak menyalahkan program TV, seperti kata salah seorang pegawai kantor yang diwawancarai soal ini. Ia mengatakan, "Jangan salahkan program TV-nya karena program tersebut merupakan gambaran kondisi masyarakat sekarang. Seharusnya tendensi masyarakat yang menilai seseorang dari luarnya yang harus menjadi perhatian untuk disikapi".

Kelihatannya, 'angin' ini mulai berhembus ke Indonesia, sebuah program sedang disiapkan salah satu stasiun televisi di Indonesia memiliki visi yang masih menitikberatkan sisi kecantikan walaupun ada input Brain (kecerdasan) dan Behavior (etiket dan sopan-santun) di dalamnya, meski tanpa iming-iming operasi plastik. Saya jadi berpikir, jika penampilan benar-benar sudah menjadi salah satu kebutuhan saat ini dan melihat peminat Indonesia Idol yang diadopsi dari program sejenis di Amerika bisa mencapai 33.500 orang, saya bisa membayangkan berapa puluh ribu orang yang akan mendaftar jika program serupa diadopsi oleh salah satu stasiun televisi di Indonesia. Semoga kekhawatiran saya tidak menjadi kenyataan.

(BK21 International House, May 29, 2005)

No comments: